thistlespringsranch.com – Hasil autopsi yang dilakukan oleh tim forensik Indonesia dan Brasil mengonfirmasi bahwa penyebab kematian Juliana Marins adalah perdarahan internal hebat akibat trauma multiorgan setelah terjatuh dari ketinggian saat mendaki Gunung Rinjani.
Seperti dijelaskan oleh dr. Ida Bagus Putu Alit dari RSUD Bali Mandara Spaceman, korban meninggal sekitar20 menit setelah jatuh. Autopsi menunjukkan adanya fraktur pada tulang belakang, dada, punggung, panggul, dan paha, serta luka lecet gesekan yang mengindikasikan tubuhnya bergeser melalui permukaan kasar, tanpa adanya tanda hipotermia.
Dr. Alit menyatakan bahwa perdarahan massif pada rongga dada dan kerusakan organ internal —terutama paru-paru, limpa, serta jaringan organ dalam lainnya— menjadi penyebab langsung kematian. Meski terdapat luka kepala, namun bukan sebagai faktor utama.
Selanjutnya, otoritas forensik Brasil melakukan autopsi ulang jenazah di Rio de Janeiro. Hasilnya pun sejalan dengan temuan di Indonesia. Mereka menegaskan bahwa Juliana hanya mampu bertahan hidup antara 10–15 menit setelah jatuh terakhir, meski sempat menderita stres fisik dan psikologis (periode agonal).
Selain itu, laporan forensik Brasil menambahkan bukti kerusakan organ seperti memar paru tertusuk tulang rusuk, lesi pada ginjal dan hati, serta foto rontgen yang menunjukkan patah tulang rusuk, panggul, dan paha.
Meskipun kedua otopsi sependapat soal penyebab kematian, tetap ada perbedaan estimasi waktu meninggal. Tim Indonesia memperkirakan korban wafat dalam rentang 20 menit pasca jatuh, sedangkan hasil Brasil memperkirakan antara 10–15 menit setelah benturan terakhir.
Secara ringkas, penyebab kematian Juliana Marins menurut otopsi resmi adalah:
– Trauma benturan berat akibat jatuh dari ketinggian
– Perdarahan internal massif karena organ vital dan tulang rusuk rusak
– Patah tulang (fraktur) pada bagian tubuh inti seperti panggul, dada, tulang belakang, dan paha
– Agonal fase pendek—korban tidak mengalami penderitaan berkepanjangan